UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan regulasi di Indonesia yang mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik. UU ITE memiliki beberapa asas dan tujuan untuk mengatur penggunaan dan perlindungan di ruang digital. Berikut adalah asas dan tujuan UU ITE:
Asas-asas UU ITE:
Asas Teknologi Netralitas: UU ITE berusaha untuk bersifat netral terhadap teknologi yang digunakan. Artinya, aturan yang diatur oleh UU ITE berlaku secara umum, tidak terikat pada teknologi tertentu, sehingga dapat diadaptasi dengan perkembangan teknologi yang terus berubah.
Asas Keterbukaan dan Transparansi: UU ITE mendorong keterbukaan dan transparansi dalam penyediaan layanan, pengumpulan, dan penggunaan data pribadi, serta dalam segala proses transaksi elektronik.
Asas Perlindungan Konsumen: UU ITE juga bertujuan untuk melindungi konsumen dalam transaksi elektronik, memberikan kepastian hukum, dan menjamin hak-hak konsumen.
Asas Keterpaduan: UU ITE bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai kebijakan dan aturan terkait dengan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Tujuan UU ITE:
Perlindungan Hak Konsumen: UU ITE bertujuan untuk melindungi hak konsumen yang bertransaksi secara elektronik, termasuk hak atas privasi dan keamanan informasi pribadi.
Memfasilitasi Pertumbuhan Ekonomi Digital: UU ITE berusaha untuk menciptakan lingkungan hukum yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi digital, mendukung inovasi dan perkembangan teknologi informasi.
Penegakan Hukum dan Keamanan Cyber: UU ITE bertujuan untuk menegakkan hukum dalam ruang digital dan meningkatkan keamanan siber di Indonesia.
Penyelenggaraan Pelayanan Publik Secara Elektronik: UU ITE juga mendorong penggunaan teknologi informasi untuk penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih efisien dan transparan.
Pengaturan dan Pengendalian Penggunaan Teknologi Informasi: UU ITE memberikan kerangka hukum untuk mengatur dan mengendalikan penggunaan teknologi informasi, termasuk transaksi elektronik dan perlindungan data pribadi.
Perlindungan Data Pribadi: UU ITE juga bertujuan untuk melindungi data pribadi pengguna dan mengatur bagaimana data pribadi harus ditangani dan diproses oleh entitas yang memiliki data tersebut.
Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE
Terlebih pada pasal 27 ayat 1 yang dinilai menyebarkan informasi elektronik yang berisi muatan asusila. Di bawah ini adalah beberapa penjelasan yang akan menjawab pertanyaan tersebut.
1. Menyebarkan Video Asusila
Di dalam Undang-undang ITE, pengaturan tentang larangan menyebarkan video asusila telah diatur di dalam pasal 45 ayat 1 Undang-undang No 19 Tahun 2016. Hal yang serupa juga sudah diatur di dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah).”
2. Judi Online
Selain video asusila, ternyata persoalan judi online juga diatur di dalam Undang-undang ITE loh. Hal tersebut telah diatur di dalam pasal 45 ayat 2 Undang-undang No. 19 Tahun 2016. Tak hanya itu saja, hal tersebut juga diatur di dalam pasal 303 bis KUHP dan Undang-undang No. 7 Tahun 1974 mengenai Penerbitan Perjudian. Jadi, Anda perlu hati-hati, jangan sampai terjerumus ke dalam dunia judi online. Selain itu, persoalan judi online ini juga bisa dikenai pidana penjara paling lama yaitu 6 tahun atau denda maksimal Rp. 1.000.000.000 atau satu miliar rupiah.
3. Pencemaran Nama Baik
Belakangan ini, kasus pencemaran nama baik sering kali dijadikan pasal andalan untuk mempidanakan seseorang. Namun, apakah Anda tahu bahwa muatan penghinaan ataupun pencemaran nama baik juga diatur di dalam UU ITE dan bisa dikenai sanksi pidana?
Peraturan tersebut telah diatur di dalam pasal 45 ayat 3 Undang-undang No. 19 Tahun 2016 yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”
4. Pengancaman dan Pemerasan
Apakah Anda pernah mendapatkan ancaman ataupun pemerasan yang dilakukan oleh orang lain melalui media sosial? Atau pernah disebarkan informasi pribadinya oleh orang lain yang mungkin tidak kita kenal sebelumnya? Atau dimintai tebusan terhadap data-data pribadi? Nah, untuk Anda yang pernah mengalami kejadian tersebut, ternyata persoalan di atas sudah diatur di dalam Undang-undang ITE. Yaitu di dalam pasal 45 ayat 4 Undang-undang No.19 Tahun 2016 yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
5. Ujaran Kebencian
Sejarah Indonesia telah memberikan pelajaran kepada masyarakat mengenai perpecahan yang terjadi karena peperangan antara suku ataupun masyarakat tertentu. Tidak ingin kejadian tersebut terulang kembali, maka pihak pemerintah membuat peraturan mengenai larangan menyebarkan ujaran kebencian berbasis SARA melalui pasal 45A ayat 2 Undang-undang No. 19 Tahun 2016. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut.
“Dan bagi siapa pun yang melakukan dan menyebarkan kebencian berbasis SARA yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).“
6. Teror Online
Aksi teror adalah hal yang paling menakutkan yang bisa saja dialami seseorang melalui media sosial. Pastinya persoalan tersebut akan membuat para korban merasa tidak aman dan tidak nyaman. Terlebih jika kasusnya tidak jelas, seperti random call, mengirimkan gambar tidak senonoh, dan lain sebagainya.Untuk siapa saja yang mengalami teror secara online, perlu Anda ketahui bahwa perbuatan tersebut ternyata juga sudah diatur di dalam Undang-undang ITE. Khususnya di dalam pasal 45B Undang-undang No. 19 Tahun 2016. Tidak main-main, para pelaku yang melakukan aksi teror bisa dikenai ancaman pidana yaitu penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000.
7. Meretas Akun Media Sosial Orang Lain
Jangan pernah main-main ya dengan media sosial orang lain. Sebab, jika Anda meretas akun media sosial orang lain, Anda dapat dikenai pasal 32 ayat 1 dan juga pasal 48 ayat 1 Undang-undang ITE. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
“Bagi setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).”
8. Menyebarkan Berita Bohong atau Hoax
Hati-hati ya, sebab untuk siapa saja yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong atau hoax, akan dikenai pasal 45A ayat 1 UU ITE. Bunyi dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).”
5 Contoh Kasus UU ITE
- Kasus Baiq Nuril Maknun (2018): Baiq Nuril adalah seorang mantan guru di Lombok yang diadili berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE karena merekam percakapan telepon yang mengandung konten pornografi dari atasannya yang mengancam. Kasus ini menimbulkan kontroversi dan menimbulkan diskusi tentang bagaimana UU ITE dapat berdampak pada individu yang mengalami pelecehan.
- Kasus Eggi Sudjana (2019): Eggi Sudjana adalah seorang pengacara yang diadili berdasarkan UU ITE karena diduga menyebarkan berita bohong atau hoaks melalui media sosial. Kasus ini mencerminkan bagaimana UU ITE digunakan untuk menangani penyebaran informasi palsu yang dapat mengganggu ketertiban dan stabilitas negara.
- Kasus Komunitas Blogger Yogya (2019): Empat anggota Komunitas Blogger Yogya ditangkap dan diadili berdasarkan UU ITE karena diduga mencemarkan nama baik dan menyebarkan informasi palsu tentang Keraton Yogyakarta. Kasus ini menimbulkan perdebatan tentang batas kebebasan berekspresi di media sosial.
- Kasus Ardina Rasti dan Eza Gionino (2020): Ardina Rasti dan Eza Gionino adalah dua selebriti yang diperiksa oleh polisi berdasarkan UU ITE karena mengunggah konten video tentang demonstrasi di media sosial. Mereka dituduh melakukan penyebaran informasi yang menyesatkan dan menghasut.
- Kasus Permohonan Pemblokiran Situs (Berbagai Tahun): Banyak kasus yang melibatkan permohonan pemblokiran situs oleh pihak berwenang berdasarkan UU ITE karena dianggap melanggar hukum atau mengandung konten negatif, seperti hoaks, pornografi, dan penipuan.
Komentar
Posting Komentar